Teenlit : Talent Pop Teens (Part II)

talent pop teens

Episode #1 Talent Pop Teens

Lokasi Water Zone. Tepi Danau Blue Lake. Taman Wisata Greenara. Rabu. Pukul 9.00 WIB

—On Screen—

 

Syuting episode perdana Talent Pop Teens resmi dimulai!

Untuk episode pertama dan kedua ini, mereka akan syuting di Taman Wisata Greenara, tempat wisata populer yang terletak di Bogor, Jawa Barat. Taman seluas hampir 300 hektar yang dijadikan sebagai sarana konservasi, reboisasi, edukasi dan rekreasi.

Sebagai opening, tim produksi memutuskan syuting dilakukan di pinggir Danau Blue Lake yang terletak di area Barat Greenara.

2 kameramen utama plus 1 kameramen pribadi sang Presenter, sudah siap dengan kameranya. Program Director atau PD sudah stay di kursi lipat khasnya. Director? Sutradara? Ya tetap ada sutradara meski tak ada script. Semua acara tetap butuh pengarahan, bukan? Kalau tidak, mungkin para kru menjadi tidak disiplin. Durasi akan kacau dan melebar kemana-mana, lantas memusingkan semua orang yang terlibat. Tapi tentu saja, hanya sebatas itu andil sutradara berkepala plontos ini.

Talent Pop Teens haruslah tetap menjadi reality show!

Beberapa tim kreatif sibuk mengecek lembaran kertas di tangan. Semua kru hiruk pikuk dengan tugasnya masing-masing. Pemandangan pagi danau Greenara yang indah pun tak luput dari sorotan awak kamera. Memang sang Matahari tidak bersinar memantulkan cahaya, tapi view-nya tetap terlihat mengagumkan. Lanskap keindahan alam yang menciptakan rasa damai. Belum lagi udara sepoi-sepoi yang menyisakan rasa dingin dan menyejukkan tubuh. Suasana yang menenangkan. Back to nature!

Sang MC, Kak Indra sudah siap dengan microphonenya. Memang belum ada peserta yang datang, tapi pria bertubuh sedang itu pun ikut gugup karena ini syuting perdana. Sang sutradara, Mas Rully memberitahu Kak Indra agar segera saja memulai obrolan.

Plek! Seorang kru menutup papan slate pertanda syuting resmi dimulai!

“Selamat pagi!” Kak Indra, MC berkacamata tebal dan berkulit gelap bersih ini menundukkan tubuh menyapa pemirsa lewat kamera. Kemudian menegakkan tubuhnya kembali, dan menyapa lagi. “Good morning, ohayoo gozaimasu, joheun achimeyo, goede morgen, buongiorno…” Dia menyapa dengan Bahasa Inggris, Jepang, Korea, Belanda dan Italia. Menunduk, tegak, menunduk, lalu tegak lagi.

Dia mengerutkan dahi seperti berpikir. “Oh, Sabaah al khayr, sugeng enjing, rahajeng semeng… selamat encok. Aaahhh!” Kak Indra memegangi pinggangnya. “Sudah ya. Kalau saya menyapa dengan kalian dengan seribu Bahasa, pinggang saya bisa encok,” keluhnya dengan wajah konyol. Tingkahnya menjadi tertawaan para kru.

“Oke, seperti yang kalian lihat sekarang, saya sedang berada di tempat yang… uhm, so beautiful, so gorgeus, sangat menakjubkan. Lihat, di sebelah sana ada danau…,” dia menunjuk sisi kirinya, meminta kameramen menghadapkan kamera ke sana. “…sedangkan di tempat lain kita akan menemukan tempat indah lainnya yang… hmmm, mungkin membuat kalian jadi tertarik kesini untuk menemani saya, ehemmm.” Kak Indra membenarkan dasi yang menggantung di balik kerahnya. Pria single berusia 30 tahunan itu tampak lebih muda dengan kemeja putihnya.

“Ya, kita sedang berada di Taman Wisata Greenara, Green-gorgeus Tourism Park, tempat wisata andalan untuk keluarga. Ada banyak hal yang bisa kalian temukan di sini. Ada ribuan varietas tanaman, aneka jenis kebun buah, kebun sayur, persawahan, tanaman bunga, dan ada wahana bermain yang lengkap juga. Selain itu ada Fams Garden, tempat belanja buah dan souvenir, outbond, off road dengan ATV, paintball, dan wisata air. Ahhh, terlalu banyak hal menarik di sini!” bebernya.

“Ya, seharusnya sekarang saya sudah bersama 10 finalis… 10 peserta reality-variety-games-talent show yang cetarrr membahana badai tornado… Talent Pop Teens. Yeaahhhh!” Prok, prok, prok. Dia mengajak para kru untuk ikut bertepuk tangan memeriahkan suasana yang agak sepi.

Ya, karena ini masih pagi, plus bukan akhir pekan—Rabu, jadi belum ada pengunjung yang terlihat wara-wiri di sekitar. Paling beberapa orang, itu pun petugas dari Taman ini sendiri.

“Jika kalian tengah liburan, Taman Wisata Greenara mungkin bisa menjadi tujuan yang tepat. Di sini kalian bisa refreshing menikmati fasilitas hiburan seperti outbond bersama keluarga. Menghilangkan kejenuhan dari padatnya aktivitas yang seperti “memenjarakan” kalian. Kalian bebas bersenang-senang. Mungkin mencoba paket perjalanan untuk keluarga, Green-fams Tour, dan tour lainnya yang bisa kalian cari tahu dengan mendatangi langsung tempat ini. Atau mencoba permainan air seperti Floating DonutCanoeingBanana Boat, Becak Air, Water Bike yang bisa kalian temukan di danau samping saya ini.” Dia merentangkan tangan kirinya, menunjuk bentangan air yang terlihat tenang dan jernih.

“Selain itu, taman wisata ini juga bisa menjadi sarana edukasi. Liburan, sekaligus belajar. Kalian bisa berjalan-jalan ke kebun buah Salak, Belimbing, Lengkeng, dan sebagainya.” Dia terus mendeskripsikan tempat wisata yang mensponsori acara ini. Tak lengkap rasanya jika hanya memakai fasilitas tanpa mempromosikannya.

“Tapi, saya tidak akan mengenalkan cara bercocok tanam pada kalian. Saya bahkan tidak tahu bagaimana caranya mencangkul karena saya pernah mencangkul kaki saya sendiri. Jadi, saya akan mengenalkan para peserta saja,”  guraunya yang membuat kru terhibur.

“Oh, oh, oh!” Kak Indra kaget mendengar langkah kaki cepat di belakangnya. Segera saja dia menoleh. “Pemirsa Talent Pop Teens, sepertinya peserta pertama sudah muncul. Mari kita sambuuuut….”

Prok, prok, prok! Kru bertepuk tangan riuh dengan kehadiran peserta. Cowok muda itu berlari kecil ke arah Kak Indra.

“Oh, joheun achimeyo, joheun achimeyo.” Kak Indra menyapanya dengan Bahasa Korea.

“Hah? Apa?” Tapi remaja berpostur 180 cm dan 63 kilo itu melongo tak mengerti. Dia berdiri di samping Kak Indra dan ekspresi heran.

“Wajah kamu itu loh… ke Korea-Koreaan sekali. Apa kamu punya gen Korea? Engkongmu mungkin?”

“Oh!” Cowok ini tersenyum cool. Baru dia mengerti guyonan presenter humoris ini. “Gak ada darah Korea-nya sih. Cuma, banyak orang yang mengira gue keturunan Korea. Tapi, ganteng gue alami ya, bukan hasil operasi plastik, hehehe,” candanya. Tertawa memamerkan mata sipitnya yang innocent.

Kak Indra mengangguk-angguk. Sepertinya pemuda ini sudah memiliki mental selebriti. Dia sangat percaya diri. “Iya, tapi hasil operasi aluminium. Biar mukamu tahan panas kayak panci, palingan gosong.”

“Hahaha!” Cowok itu terpingkal saja dengan kelakaran Kak Indra.

“Katanya bukan orang Korea, kok aroma mulutmu bau Pasak Bumi?” Kak Indra meledeknya.

“Hahaha.” Cowok itu tak mengambil hati. “Yang khas Korea itu Ginseng, Kak Indra. Pasak Bumi apaan? Hahaha!” Dia ikut tertawa. “Oh ya, gue belum menyapa pemirsa, kan. Selamat pagiii,” cetusnya ramah menghadap kamera. Dia semakin tampan karena senyumnya.

“Oke, karena kamu datang paling awal, maka kamu hanya akan memakai ini.” Kak Indra memberikan baju pelampung merah pada cowok itu.

Peserta berjaket kulit keren ini mengamati pelampung dengan paras bertanya-tanya.

“Kamu masih ingat salah satu format acara ini? Games show! Ya, pelampung ini adalah peralatan untuk games sebentar lagi.”

Cowok ini mengernyitkan dahi. Games? Pelampung? Kemudian dia melirik ke sebelah kirinya. Oh, pasti permainan air. Sepertinya menyenangkan. Dia hobi berenang.

“Dan untuk memulai sesi pertama ini, silakan perkenalkan dirimu, walaupun semua orang mungkin sudah kenal.”

Cowok itu membenahi penampilannya yang sebenarnya sudah rapi itu sebelum beraksi di depan kamera. “Hai, gue Sehan Aditya, 17 tahun dari Jakarta.” Dia melambai dan tersenyum manis menghadap kamera utama.

“Hai, Sehaaaan.” Kak Indra berteriak-teriak ganjen seperti seorang fans cewek. “Aaa~, kamu ganteng sekaliiiii,” pekiknya sok gemas dan mencubiti pipi Sehan.

“Kekekek!” Sehan tertawa menutupi mulut dengan punggung tangannya. Sebelum Kak Indra, sebenarnya sudah banyak gadis betulan yang melakukan hal seperti ini. Dia sudah bisa mengantisipasinya. Teman-temannya juga memperlakukannya bak artis semenjak namanya muncul sebagai Trending Topic World Wide.

“Perkenalkan hobi, interest-mu terhadap sesuatu, cita-cita, motto hidup atau apa saja. Makanan favoritmu, pengalaman hidupmu. Misalnya kamu pernah masuk lubang galian di jalan, atau pernah dicocor Angsa, gitu. Deskripsikan dirimu juga keunikanmu. Itu kalau ada. Kalau tidak ada, sudah sana nyebur saja di danau,” lanjut Kak Indra.

“Hahahaha!” Sehan tertawa lantang mewakili para kru.

Kak Indra memang suka sekali bergurau. Perannya di acara ini sangat vital. Bukan hanya sebagai presenter, tapi juga mood-maker. Dia presenter yang handal. Tugas sutradara jadi terbantu karena improvisasinya.

“Oke!” Sehan mengerti. Dia berdiri tegak penuh percaya diri. Terlihat tampan dengan wajah oval, dagu lancip, hidung mancung, bibir tipis merah dan kulit putih mulusnya. Meski hanya mengenakan jaket, T-shirt dan jeans standar, dia tetap menakjubkan.

“Sekarang gue kelas 12 SMA jurusan Ilmu Sosial. Hobi gue bermain gitar. Dan… gue audisi juga dengan menunjukkan skill bergitar dan bernyanyi gue. Gue yakin, kalian yang sedang menyaksikan gue sekarang udah mengoleksi video audisi gue, hehehe. Atau minimal pernah menyaksikannya.”

“Ya, ya, ya.” Kak Indra mengangguk penuh kekaguman. Sehan sangat ganteng dan populer belakangan ini. Wajar dia over confident.

“Gue sangat tertarik sama akting dan film. Selain itu, gue juga berminat dengan presenting, karena gue mengagumi kemampuan berkomunikasi seorang MC. Dan gue berpikir… pekerjaan apapun sangat membutuhkan kecakapan berbahasa,” ungkapnya dengan nada tenang.

“Oh, kamu benar sekali, Sehan,” sambut Kak Indra sambil menaikkan kerah kemejanya. Dia merasa geer. “MC memang profesi yang sangat kere~!

“Hei, pengecualian untuk MC yang satu ini, hahahah,” potong Sehan hingga memancing tawa.

“Kamu ya!” Kak Indra menjitak kepala Sehan dengan nada bercanda. “Saya pikir kamu berbicara begitu karena terinspirasi oleh saya,” lantangnya pede.

“Kekeke. Dan… ekspektasi gue mengikuti acara ini…,” Sehan melanjutkan penuturannya. Dia tidak ingin perhatian itu teralih darinya walau hanya sesaat, “…karena gue pengen semua orang tahu bakat gue. Dan… ketika gue mengikuti sebuah kompetisi, tentu saja gue harus memenangkannya.”

“Good, good!” Kak Indra terkagum-kagum dengan pemikiran Sehan yang tergolong cerdas. Dan mungkin sedikit ambisius.

Pemuda berambut lurus dengan tatanan rambut berponi itu menambah panjang daftar kelebihannya. Sepertinya dia mengerti sekali dengan makna kompetisi.

“Hhh, hhh, hhh… aku telaaaaaaattt!!!”

Oh, semua mata refleks mencari sumber suara. Dari arah utara, seorang cewek berlari dengan napas terengah-engah. Dia berlari mendahului kameramen cewek yang kesusahan mengambil gambarnya.

“Aku telat berapa jam-hhh??? Terus aku dapat hukuman apa-hhh?” tanyanya ngos-ngosan pada Kak Indra. Dia memandangi paras kru satu persatu. “Oh, maaf, selamat pagi semuanyaaaa-hhh.”

“Oh, chausan, chausan.”

“WHAT?” Cewek ini terperangah tak mengerti apa yang diucapkan Kak Indra. “Apa itu kode buat shocked-games???” tanyanya sambil menggaruk-garuk kepala.

“Hahaha, shocked-games belum dimulai atuh, Neng,” balas Kak Indra dengan nada menekan lembut. “Tapiiii, sepertinya kalian takut sekali ya dengan shocked-games. Tenang saja, itu cuma shocked games, bukan Scary-games, atau Stroked-games yang bikin stroke. Jadi tidak ada games gali kuburan, makan melati, guling-guling sampai juling, atau naik paralayang menggunakan Becak Air.”

“Hahahaha!” Sehan dan peserta cewek itu terpingkal. “Lagian gimana ceritanya Paralayang pakai Becak Air? Lebih gak bisa bayangin kalau tiba-tiba mendarat, hahaha,” timpal Sehan.

Kak Indra pasang tampang lugu. “Kamu membayangkan korban Becak Udara dengan muka lecet ringsek mata melotot terkapar, tapi natapnya ke saya,” rutuknya. Sehan berhenti tertawa dan sedikit merasa bersalah.

“Oh ya, tadi itu maksudnya, selamat pagi versi Bahasa Hongkong. Habisnya kamu ngos-ngosan sekali, seperti berlari dari Hongkong saja. Memangnya kamu darimana, hah?”

“Oh, sebenarnya aku dari Medan, Kak Indra. Tapi, kemarin aku dan para kru menginap di hotel di Jakart~!”

Pletaaakkk! Kak Indra menjitak kepalanya dengan gemas. “Ergggh, Jakarta kan tidak jauh. Kenapa masih telat juga, hah?”

“Hahaha, cewek kan mesti beresin pakaian, dandan, dan lain-lain Kak Indra.”

Kak Indra mengerti. “Ya sudah, perkenalkan dirimu.”

Cewek itu mengangguk dengan ceria. “Hai, aku Melody, 17 tahun, kelas 11 SMA, dari Medan. Salam kenal semuanya!” Peserta berpipi tembem ini mengenalkan diri. “Saat audisi, aku menunjukkan hobiku bermain gitar plus nyanyi. Aku bercita-cita menjadi musisi yang bisa mengaransemen lagu sendiri. Katanya suaraku cenderung lembut, jadi lebih cocok di lagu ballad,” aku cewek berkulit kuning langsat dan bertinggi 155 cm ini. Dia tampak manis dengan rambut sepunggung dan poni yang menutupi alis.

Jika Sehan memiliki ciri khas wajah yang Ke-Korea-Koreaan, maka Melody di pipi tembemnya. Gadis ini bukan kontestan cewek yang diunggulkan. Videonya hanya dilihat sekitar 50.000 kali. Wajahnya pun tidak tergolong cantik karena bentuk mata dan hidungnya yang biasa. Namun, tentu saja dia terpilih karena talentanya.

“Karena kamu peserta kedua yang sampai, jadi kamu harus memakai ini.” Kak Indra memberikan baju pelampung warna kuning plus 3 daster lebar berwarna serupa. “Ini untuk kostum shocked-games.”

Melody menerimanya dengan heran. Matanya seolah berkata, untuk-apa-daster-ini?

“Karena games pertama itu di air, jadi kamu butuh pelampung biar tidak kelelep. Dan kamu harus melapisinya daster 3 rangkap itu.”

“Hahaha, jadi Cuma gue nih yang gak dapat hukuman norak kayak gitu? Hahaha, yeaaaahhhh!” Sehan mengacungkan tangan kegirangan.

Tapi Melody tidak keberatan. Lagipula, dia tahu reality dan variety show tidak akan seru jika tak ada lucu-lucuannya. Games ini memberikan sensasi sendiri untuk acara variety show. Tak apalah melakukan hal seperti ini sekali seumur hidup. Dia tidak se-histeris peserta-peserta berikutnya yang kelimpungan.

Chandra, peserta ketiga yang berasal dari Serang sampai ternganga lebar ketika memegang kostum untuknya. Pemuda berpostur 183 cm nan kurus jangkung ini mendapatkan pelampung berbentuk badan boneka Ondel-ondel!

“Astagaaa!” Dia mengurut-urut dada setelah selesai memakai kostum itu. Para kru tertawa lebar karena wajah gantengnya jadi terlihat konyol.

Kenapa pas sekali dengan ukuran tubuhnya yang tinggi???

“Hahaha, ini sama sekali tidak direncanakan loh ya. Ini memang ketentuan dari awal. Mungkin karena kamu memang ditakdirkan menjadi Ondel-ondel. Bahkan tanpa kostum ini pun kamu sudah mirip Ondel-ondel.”

“Hahahaha!” Ejekan Kak Indra pada Chandra disambut tertawaan.

“Dan untuk peserta ke-empat, juga kostum Ondel-ondel. Tapi Ondel-ondel cewek.”

“Yak! Jadi pasangan gue donk???” Chandra menengok ke belakang. Pemuda berhidung mancung dengan ukuran dahi sempit dan bentuk wajah yang imut ini ingin tahu, siapa Ondel-ondel cewek yang akan jadi pasangannya?

Dan… Tadaaaa! Seorang cowok berlari tergesa-gesa dengan menenteng gitar kesayangannya.

“HAHAHAHAHA!” Baru juga muncul, peserta ke-4 itu sudah mendapat ledekan.

“Hiyaaaah, jadi dia pasangan gue??? Maho donk gue!” Chandra menggaruk-garuk kepalanya. Meski sedikit malu, dia juga ikut tertawa.

“Pagi semuaaaa, pagiiii. Gue Ekky, gue Ekky. Sorry, gue baru datang!” Ekky, peserta ke-4 berkulit putih bersih itu tersenyum lebar, mengesankan kepribadiannya yang bright dan ceria.

“Hahaha, kalian nertawain gue???” tanya cowok bertinggi badan 173 cm sedikit kurus ini tanpa ada pikiran negatif. Tapi, dia penasaran juga dan memperhatikan penampilannya. T-shirt birunya baik-baik saja. Celana selututnya juga bersih. Apa wajahnya yang lucu? Cowok ini menekuk kedua pipinya dengan heran.

“Nih, lo meski makai ini, bray. Ondel-ondel cewek, hahahah,” ledek Sehan. Dia melemparkan kostum itu ke tubuh Ekky.

“Uwaduh!” Ekky si dagu lancip ini terkaget-kaget. “Ini mau syuting atau karnaval badut sih???”

“Hahahaha, sudah pakai saja!” suruh Kak Indra.

Ekky sempat malu. Namun saat memakainya, dia malah antusias dan ikut heboh. Terpingkal sendiri melihat tubuhnya yang gemuk seperti tante-tante. Dia mesem-mesem sok feminine dan melentikkan jari saat diharuskan mengenalkan diri bersama “pasangannya”.

“Gue kelas 12 SMA, dari Serang. Saat audisi, gue bermain bass, yo. Saat ini, gue sedang tertarik dengan rapping! Yo, yo, yo…” Chandra menggerak-gerakkan tangannya khas seorang rapper. “Summer time in the summer time… If I dont have you a smile but you always on my mind… yo, yo, yo!” Dia melantunkan lirik Rap Pandangan Pertama milik grup RAN.

Chandra dan Ekky juga kompak menggerak-gerakkan tubuhnya dengan kaku bak Ondel-ondel.

“Yo, yo, yo… gue Baihaqi, panggil gue Ekky, gue 18 tahun, kuliah semester pertama yo. Gue dari Jakarta, gue pengen jadi musisi yoo, dan gue cowok, yoooo. Cowok tulen yooo!”

“Hahahaha!” Kak Indra memukul pundak Ekky. Dia sangat terhibur dengan Ekky yang mengikuti gaya rap Chandra. “Yo yo yo, cowok tulen yooo… ondel-ondel tulen yooo, nongkrong di depan Monas yooo, bukan di Taman Lawang yooo, hahaha.”

Prok, prok, prok! Para kru tak henti-hentinya tertawa. Memang saat audisi, Chandra bernyanyi dan ngerap, sedang Ekky bernyanyi dan memainkan gitar, tapi ternyata mereka juga berbakat menjadi pelawak.

Sepertinya Talent Pop Teens akan menjadi acara talent search yang benar-benar menghibur karena keduanya.


Kemudian peserta berikutnya bermunculan dan tak lupa mengenalkan diri.

Peserta ke-5 adalah adalah Kinal, 16 tahun. Cewek berambut pendek yang memiliki mata yang menawan ketika tersenyum. Saat audisi, dia menunjukkan kelebihannya di dunia presenting. Di video itu dia pun bernyanyi, meski suaranya pas-pasan. Dia juga DJ di Radio SMA-nya. Menurut pengakuannya, dia sedang tertarik dengan rap seperti Chandra. Mungkin mereka bisa menjadi partner yang baik. Atau justru kompetitor tangguh? Kinal mendapatkan pelampung berbentuk tubuh Putri Duyung.

Peserta ke-6 Dio, 18 tahun, dari Jogjakarta. Dio bertubuh paling kecil dibanding peserta cowok lainnya. Dia memiliki mata belo, alis tebal, hidung sedang dan wajah bulat telur. Sekilas, tak ada yang spesial darinya. Tapi ketika dia sudah bernyanyi… hmm. Juri terkesima karena lantunan suara tingginya yang tak biasa. Videonya meraih view tertinggi ke-3 setelah Sehan dan Kay. Ya, Dio memang memiliki suara bercorak RnB yang khas dan bertenaga. Selain itu, dia juga tertarik pada dunia akting dan cooking. Ya, cooking! Menjadi selebriti chef juga salah satu obsesinya. Pembawaan dirinya terkesan kalem dan tertutup. Dia mendapatkan baju pelampung berbentuk jamur.

Peserta ke-7 adalah si pendiam bertubuh bongsor, Yuki, 16 tahun. Berkulit putih dan berpostur paling besar dibanding temannya yang rata-rata langsing. Dia mudah dikenali karena posturnya. Menurut rumor yang beredar, dia adalah putri seorang pemilik saham yang memiliki relasi khusus dengan produser pelaksana. Yeah, isu ‘orang dalam’ dan ‘titipan’ itu sempat menjadi bahan perbincangan hot. Di kolom komentar videonya, banyak yang heran kenapa Yuki bisa lolos. Menurut viewers, masih banyak remaja di video lain yang lebih bertalenta daripada Yuki. Itu karena kualitas vokalnya yang terbilang biasa. Tidak ada keistimewaan yang tampak di video itu. Kurang ekspresif. Bahkan ketika memakai baju pelampung berbentuk tubuh Doraemon, dia hanya tersenyum singkat dan tidak se-heboh peserta lain.

Peserta ke-8 adalah Lyn, 16 tahun. Berbeda dengan peserta sebelumnya yang tampak ramah, Lyn berparas judes. Dahinya sedikit lebar dengan rambut yang ditata ke belakang. Dia memiliki kemampuan bernyanyi yang mumpuni. Pernah ikut les vokal beberapa tahun. Bisa bermain piano. Gadis yang multitalenta. Bentuk tubuhnya sangat bagus dengan kaki jenjang meski tak begitu tinggi. Jika melihatnya pertama kali, yang terpikir dia adalah gadis yang angkuh. Konon, orangtuanya juga konglomerat. Dia juga bercerita soal pengalamannya tinggal di luar negeri, Amerika. Ketika disodorkan baju pelampung berbentuk tubuh kodok pun dia terang-terangan menunjukkan paras ketidaksukaan dan ketidaknyamanannya. Si jutek yang malas tersenyum dan berbasa-basi.

Peserta yang sepertinya bakal merepotkan. Dan mungkin kontroversial!


Aura yang dimunculkan Lyn sangat berbeda dengan peserta ke-9, Natasha, peserta cewek terakhir berambut panjang kepang dua dan berponi pagar. Sejak muncul di hadapan para kru, gadis ini selalu tersenyum susunan giginya yang kecil dan rapi.

“Halooo… Natasha, 16 tahun, dari Bandung. Pagi semuanyaaaa!” sapanya dengan sopan dan menunduk-nunduk.

Rata-rata, ke-5 peserta cewek itu berambut indah dan berparas good looking. Selain berbakat, juri memang menetapkan kriteria visual yang baik. Begitu pula dengan Natasha. Namun tak dipungkiri, Natasha lah yang paling menonjol. Dia sama seperti Sehan. Mudah mendapatkan perhatian.

“Aku mengenal musik sejak usia 10 tahun. Awalnya, karena mama sering mendongengkanku sebelum tidur. Tapi, aku tetap gak tenang di balik selimutku,” kenang gadis yang kini mengenakan kostum Shaun The Sheep itu dengan riang.

“Kemudian mama coba bernyanyi meski suaranya gak begitu bagus,” dia menyelipkan senyum yang tulus. “Mama mendendangkan kalimat-kalimat dalam buku cerita dengan nada yang aneh. Kalimat yang dijadikan lirik lagu. Maksa sekali, hehehe. Aku tertawa karena kekonyolan mama. Tapi kemudian aku bisa tertidur dengan segurat senyuman,” bebernya lancar. Peserta lain tertarik menyimak ceritanya. Natasha seperti memiliki magnet.

“Aku senang bisa tampil di acara ini. Menurutku, ini akan menjadi pengalaman paling berharga dalam hidupku. Kupikir… hidup akan semakin bermakna jika kita memiliki banyak pengalaman,” akunya yang disambut anggukan para kru.

“Saat audisi aku memilih bernyanyi dengan memainkan piano. Aku mencintai musik. Dan kecintaanku pada musik, membawaku hingga ke tahaf ini,” lanjutnya yang mendapat aplaus kecil dari Kak Indra. Video Natasha diputar lebih dari 300.000 kali. Video peserta cewek nomor 1, mengalahkan Lyn yang meraih angka 190.000 viewers.

“Tapi, sesungguhnya aku gak terobsesi menjadi musisi atau penyanyi. Cita-citaku sederhana, aku ingin menjadi ibu yang tangguh seperti mama.”

“Sepertinya lo udah terlalu banyak bicara!” Lyn di sampingnya menimpali. Gadis ini tersenyum sinis mengangkat sudut bibirnya. “Lo sedang melakukan pencitraan setelah kemarin banyak orang yang menghujat lo, kan? Ah, haruskah dengan banyak bicara seperti ini?” remehnya seraya mengipaskan-ngipaskan tangan ke wajah. Mengekspresikan rasa gerah dan tidak suka.

Refleks Natasha terdiam dan menoleh ke kirinya. Lyn berdiri dengan melipat tangan di dada dan dagu yang terangkat. Dan membalas tatapan itu dengan tajam. Memang, dibanding peserta lainnya, durasi perkenalan Natasha lah yang paling lama.

Kak Indra melirik sutradara yang memberinya sebuah kode.

Oh, apakah ucapan Lyn menandakan kebenaran isu perang dingin di antara keduanya???

Perseteruan yang menjadi desas-desus belakangan ini?

Ya, mungkin saja. Karena beberapa hari sebelum syuting, banyak akun Twitter yang menyerang dan mem-bashing Natasha karena lagu yang dia nyanyikan di video dianggap sebagai plagiat lagu Girlband Korea.

Katanya, Natasha tidak pantas lolos dengan lagu hasil plagiat!

Natasha lolos dengan cara memalukan!

Natasha hanya modal tampang!

Prestasi yang tidak bisa dibanggakan sama sekali.

Tapi, Natasha sudah menjelaskan bahwa dia tidak bermaksud memplagiat. Dia hanya menggubah liriknya menjadi Bahasa Indonesia. Dia menegaskan, tidak pernah sekalipun mengakui karya tersebut sebagai lagunya.

Tapi, remaja-remaja pecinta Talent Pop Teens, fans yang agresif itu sudah terlanjur sensitif pada Natasha! Apapun penjelasan Natasha, mereka tetap tidak terima dan terus mem-bashingnya.

Konon, itu karena Sehan sering mention Twitter Natasha, menyapa Natasha, dan memberinya perhatian. Percakapan mereka di Twitter memancing rasa penasaran. Hingga muncul spekulasi… itu merupakan bentuk PDKT keduanya!

Yup, ini soal kecemburuan. Ini soal agresivitas fans Sehan. Masalah biasa, kan?

Dan mungkin saja sikap Lyn yang sinis atas dasar perasaan yang sama!

Lyn baru 3 bulan ini pindah ke SMA Sehan. Mereka teman 1 sekolah. Mereka sudah saling mengenal. Dan… mungkin kah Lyn jatuh cinta pada Sehan???

Tapi, jika benar ini tentang cinta segitiga, bukankah reality show ini akan semakin menarik???

“Ehemmm, kalian semua sudah memperkenalkan diri. Tinggal 1 peserta lagi.” Kak Indra mencoba mengembalikan suasana yang mulai canggung.

Sehan hanya memainkan kakinya seperti menyepak sesuatu. Dia mengerti bahwa dia juga terlibat dalam perang dingin itu. Mungkin inilah resiko cowok tampan. Selalu menjadi rebutan. Selalu memicu keributan. Namun, dia tersenyum saja. Perasaan bersalah mungkin ada. Tapi, perasaan bangga dan tersanjung itu lebih mendominasi.

“Kak Indra, kostum buat peserta terakhir apa? Pasti yang paling jelek deh, hehehe,” celetuk Ekky penasaran. Dia juga sedikit tak enak dengan kondisi ini. Makanya, dia mencoba mengarahkan ke pembicaraan baru.

“Oh, itu rahasia. Yang jelas paling sial, hahaha. Mungkin kalian akan mengetahuinya sebentar lagi.”

Mungkin saja peserta terakhir, Kay Alexander, sudah berada di tempat ini dan siap bergabung dengan mereka.


Dan benar saja. Kay memang baru tiba di lokasi. Ken mengantarkan Kay dengan 2 kru pribadinya itu hingga ke pintu gerbang masuk yang masih lengang.

Kemudian Kay beristirahat di sebuah tanah lapang, kurang lebih 200 meter dari lokasi syuting.

Lulu, seorang kru cewek bergegas membawa koper Kay ke basechamp. Sementara Santi dengan cepat mengarahkan Kay dan kameramen Ahmad karena syuting regular sudah dimulai sejak Kay menginjakkan kaki Greenara. Ada 1 kameramen lain yang meliput kedatangan Kay. Juga 2 orang kru berseragam sama yang hanya mengawasi mereka.

“Nanti selama kamu syuting, aku dan Ahmad adalah kru pribadi kamu. Segala keperluan kamu, kami akan selalu mengawasinya. Kalau kamu berhasil memenangkan acara ini, kami juga akan mendapat reward,” beber Santi yang bertubuh kecil ini.

Kay mengangguk mengerti. Dia melakukan peregangan, melenturkan otot-ototnya. Syuting perdana ini pasti akan sangat melelahkan. Dia harus siap secara fisik dan mental.

“Kamu sudah terlambat 2 jam dari target awal. Menurut laporan yang kudapat, kamu adalah peserta terakhir yang tiba. Jadi… ya terima saja hukumannya.” Santi menunjuk 1 kardus yang diberikan kru lain. Kardus itu berisi benda untuk hukuman.

Kay gugup. Dia menyambut benda itu dengan tangan gemetar. Santi memijat-mijat bahunya agar abg 17 tahun berambut lurus ini lebih rileks. “Santai saja, Kay. Ini reality show untuk remaja. Jadi walaupun ada ketegangan, tetap fun dan ceria. Hukumannya pun untuk lucu-lucuan saja.”

Kay mengernyitkan dahi. “Tapiii… bukankah kelucuan adalah untuk ditertawakan? Sama aja gue bakalan dipermalukan,” keluhnya cemberut. Ragu-ragu dia membongkar isi kardus yang lumayan besar dan berat itu.

“Kekeke.” Beberapa kru di sana bahkan sudah tertawa sebelum Kay menjalani hukumannya. Kay cemberut. Dia berfirasat, pasti hukuman nanti benar-benar memalukan. “Aaa, tolong jangan ngeledekin gue,” rengeknya. Dia membuka plester kardus itu pelan-pelan. Dan…

Tadaaaa!

“YACKKKK!” Kay melotot. Kotak kardus itu sampai terlepas dari tangannya.

“Hahahaha!” Tawa kru terhambur melihat ekspresi kaget Kay yang lucu.

“Apa-apaan ini? Jadi gue harus makai kostum….??? Aaaa… ini kan? Aaaahhh!” rengeknya manja. Dia menatap kameramen dengan paras tak percaya.

Santi mengangguk sambil membungkam mulut menahan tawa.

Itu kan kostum…. Kay menggeleng-geleng tak terima. Dia menyesal tadi pagi berpura-pura tidur lelap saat dibangunkan Mama. Dan sedikit marah pada Ken yang menunda perjalanan demi mendahulukan cewek itu. Coba kalau Kay tiba lebih awal, mungkin kostum untuknya tidak akan se-menyebalkan ini. Dasar Kak Ken! Jahilnya keterlaluan. Kay menghentak-hentakkan kaki sebal. Rasanya, dia ingin sekali menggigit-gigit kostum ini. Arrrgggghhhh!

“Ayo pakai sekarang. Kamu harus buru-buru karena sudah terlambat. Ayo!” Santi mengingatkan.

“Oke!” Kay bersiap untuk memakainya. “Tapiiii… bukan berarti… gue bakalan adu gulat, kan??? Entar tubuh gue bisa remuk!”

“Gulat? Hahaha!” Tapi pertanyaan polos Kay hanya dijawab dengan tawa.

Kay benar-benar malu. Tapi Kay harus memakai kostum besar ini di syuting pertamanya. Kostum yang aneh dan berat. Dan… menyebalkan!

“Kay… emmm.” Santi hanya menunjukkan alat stopwatch pada Kay.

Kay mengerutkan dahi. “Jadi, gue harus sampai ke tempat syuting dalam waktu…” Kay mengerdip-ngerdipkan mata heran.

“1 menit untuk 200 meter. Siap?”

“Hhhhhhhhhh!” Kay menghembuskan napas super panjang. Sangat menyedihkan. Dia membereskan kostumnya yang berat itu agar lebih nyaman di tubuhnya. Dan membuka kakinya untuk ancang-ancang. Cowok sejati harus selalu siap menerima tantangan, bukan?

“Oke. Bersedia… siap… YAK!”

Dan wush… wush… wush! Kay berlari dengan cepat dan susah payah karena kostum besarnya. Hhh, hhh, hhh! Dia berharap, semua orang yang melihatnya begini justru akan kasihan.

Dan tidak akan menertawakan penampilannya.


“HAHAHAHAHA!”

Tapi, baru saja sosok Kay muncul di kejauhan, semua kru dan para peserta sudah menertawakannya.

“Hahaha, benar-benar sial dia, hahaha!”

“Ternyata yang terakhir emang paling parah, hahaha!”

“Ya ampun, kostum apaan itu? Kayak badut, hahahaha!”

“Astagaaa, sial banget hidupnya!”

“Kalau gue jadi dia, mending gue sembunyiin aja nih muka di ketiak!”

“Keluarganya pasti malu!” Peserta berkomentar dengan nada berbeda-beda.

“Hahaha, hei Sumooo… kenapa lo lari? Kenapa gak menggelinding aja kayak bola, biar cepat sampai! Biar masuk danau, hahahah,” ledek Sehan.

Hhh, brengsek! Kay memicing tajam ke arah si pem-bully. Tapi, dia malas meladeni orang itu. Dia hanya fokus dengan jalan di depannya. Dia menyeka keringat mengucur di dahi. Dan…

“Hhh, hhh, hhh!” Dia berhenti sekitar 10 meter dari yang ditentukan. Dia menunduk dengan kedua tangan menopang ke lutut. Napasnya naik turun. Dia benar-benar kelelahan. Ingin rasanya dia mencopot kostum Sumo ini secepatnya. Gerah, panas, dan hhh… sangat menyebalkan!

“Ayo, Kay. Waktu terus berjalan!” dorong Santi. “Lewat 1 menit, kamu harus kembali ke tempat tadi, lalu berlari lagi. Itu akan lebih melelahkan. Come on, tinggal 10 detik!”

Kay mengacungkan tangan dan mengangguk. Dia berusaha bangkit dan berdiri. Kemudian melanjutkan jalannya. Tap, tap, tap!

“Gue harus bisa. Haruuuu~… oh, oh, oh! Ups!”

GDEBUKKKK!!!

“HAHAHAHA!” Tawa itu kembali meledak. Beberapa orang bahkan bertepuk tangan seperti terpukau menonton pertunjukkan sirkus.

Bagaimana tidak lucu? Kay dengan kostum Sumo bulatnya terguling-guling di atas jalanan ubin, hingga kepalanya terantuk pembatas jalan! Buk!

“Aaaaaaa~!” Kay berteriak kesakitan. Dia menekuk kepalanya dan meringis menggigiti bibir. Sial! Sedikit lagi dia berhasil!

“Ulang, ulang!” teriak para peserta. Sehan si cowok kompetitif tertawa paling puas. Dia suka sekali dengan hal semacam ini—saat pesaingnya sedang kesulitan!

Tapi itu tidak berlaku untuk Natasha. Dia iba dengan keadaan Kay. Dia melihat para kru dan peserta tidak ada yang membantu Kay untuk berdiri. Mereka semua membiarkan saja Kay berada dalam kesulitan. Bahkan kameramen dan kru pribadi Kay hanya menontoni dan menertawakannya. Dengan tubuh Sumo seperti itu, Kay benar-benar butuh bantuan bahkan hanya untuk bangkit sekali pun.

“Pegang tanganku!” Gadis ini menjulurkan tangan.

“Hhh!” Kay hanya menunduk memandangi kakinya yang terasa lemas. Namun tanpa ragu Kay menyambut tangannya. Huppp! Kedua tangan lembut itu merengkuh lengan dan tubuh Kay.

Natasha membantunya untuk berdiri. Sementara kameramen terus merekam aksi keduanya. Kak Indra dan sutradara tidak menuntut peserta untuk membantu peserta lain seperti yang Natasha lakukan. Tindakan ini murni inisiatif Natasha.

“Thanks udah bantuin gu~…. Eh!” Kay terperangah mengenali gadis berkulit halus ini. Kay menatap parasnya lekat-lekat. Natasha pun merekahkan senyumnya. Sepasang iris itu berpagut mesra.

Dag deg dag deg! Denyut jantung Kay tiba-tiba menderu, sama cepatnya dengan saat dia berlari.

“Lo…” Kay mengingat-ingat rupa gadis ini. Cewek dengan rambut panjang berkuncir dua? Kemudian dia mengangguk-angguk. Ya, dia ingat. Dan segera saja dia menjauh dari Natasha.

Untuk apa dia berterima kasih pada cewek itu? Bukankah karena dia Kay mendapat hukuman? “Harusnya lo yang sial kayak gini, bukan gue,” gumamnya terkesan jutek. Kay berdiri sambil menepuk-nepuk pantatnya dari debu.

“Apa?” Natasha keheranan. Dia tidak mendengar jelas apa yang Kay ucapkan.

Namun segera saja Kay memalingkan tubuhnya.

“Tunggu!” Dan Natasha mencegah kepergiannya.

Setelah berjalan beberapa langkah, Kay menolehnya dengan mengangkat alis.

“Semangat yah!” Natasha mengepalkan tangannya. “Fighting!” Dan melemparkan senyum manis.

“Oh!” Kay mengangguk dingin dan meneruskan jalannya. Dia sedang tidak mood meladeni Natasha. Lagipula dia harus segera menyelesaikan hukuman ini.

“Hhhhhh, aktingnya benar-benar memuakkan!” Lyn berkacak pinggang. Dia geleng-geleng kepala menyaksikan adegan Kay-Natasha dari kejauhan.

“Andai gak ada kamera, gue yakin dia gak bakalan bantuin cowok itu. Gue tahu tujuannya, biar masyarakat yang melihat dia, lalu berpikiran bahwa dia anak yang manis, suka membantu. Cuih! Pencitraan, you know!” sinisnya.

Semua mata terlempar ke arah Lyn. Ada yang setuju dengan pendapatnya, ada pula yang gondok.

“Salah apa sih dia sama kamu?” Melody salah satu yang gerah. Dia berdiri menghadap Lyn dan melipat tangan di dada. Selama ini, dia sering mention-an dengan Natasha, berdiskusi sebagai sesama peserta. Dia merasa pantas membela teman pertamanya di Talent Pop Teens itu.

“Kamu gak suka caranya, atau ingin melakukan hal yang sama, tapi keduluan dia?” berondong Melody tak kalah sinis. “Dan jangan bilang kalau aku juga sedang melakukan pencitraan ya. Aku hanya gak suka sama omonganmu.”

Lyn hanya menyeringai. “Sayangnya gue gak ada urusan sama lo!” jawabnya santai. “Muka bakpao!”

Melody mendengus kesal. Ternyata bukan paras jutek Lyn saja yang mengerikan, lidahnya juga. Melody bisa lebih kalem saat Ekky menepuk bahunya untuk menenangkan.

“Sudah berantemnya???” tanya Kak Indra. Tadi dia memang sengaja membiarkan pertengkaran kecil itu. Ajang kompetisi tanpa pertengkaran seperti sayur tanpa garam. Datar dan membosankan.

Dan ini baru permulaan!

Karena sangat bisa dipastikan, perseteruan ini akan terus berlanjut.

Leave a comment